Anna and the Sorrow Teddy

8432973-isolated-teddy-bear-with-a-broken-arm

Gemuruh menyapa kota, mereka berdesak-desakan dengan mendung untuk sesegera mungkin memeluk langit yang dilumuri cahaya mentari sore. Bergumul-gumul di angkasa dengan alasan yang tidak saling mengerti. Mereka hanya selalu di sana, selalu untuk sekedar menemani kota yang enggan keluar rumah. September kali ini, selalu disinggahi hujan, baik pagi, siang, maupun petang dikala mentari hampir tenggelam. Bahkan hujan mau saja berlama-lama menemani kota dari sore hingga tengah malam. September kali ini, menjadi september yang paling sedih yang pernah Anna alami.

the Sorrowful September

Tepat saat hujan turun mengguyur kota. Ada anak kecil yang selalu senang bermain di bawahnya. Ia tak pernah bersedih, pula berduka. Wajahnya parau. Bibirnya merah namun pecah. Kulitnya putih dipenuhi bercak-bercak seperti gen scotlish pada umumnya. Rambutnya berwarna jingga, bergelombang lebat tidak ingin mengalah dengan hujan yang turun semakin lebat saja. Ia sering dipanggil soul-less – tak bernyawa – oleh teman-teman sekitaranya. Karena menurut tutur legenda skotlandia, ginger atau yang berambut pirang tidak memiliki cukup nyawa untuk dapat menghitamkan rambut, serta iris matanya. Hingga mereka menjadi pirang, menjadi asing.

the Lonely Anna

Anna hanya ditemani oleh gumpalan-gumpalan awan serta tetes hujan yang pula menari bersamanya. Anna berjalan dengan memijak genangan air di sisi trotoar. Hemish menjadi pusat kota hujan di sentral skotland. Anna tahu betul bagaimana rupa hujan dan letak genangan-genangan air jika ia ingin bermain dengan mereka. Dan di sinilah, pinggiran jalan yang paling menjanjikan. Tempat paling sibuk saat pagi, namun sejalan hujan turun, ia sepi.

Genangan air tetap saja ada walaupun setiap sisi jalan terdapat selokan, dan anna tahu tempat yang paling banyak genangannya. Tepat setelah persimpangan jalan tumbleton dan scetmish, jalan menuju rumahnya. Anna baru saja pulang dari sekolah, tidak seperti teman-temannya yang menunggu untuk hujan mereda, ia malah memilih untuk tenggelam di bawahnya.

Anna hanya bermain-main dengan genangan air sembari bersenandung lepas, hingga ia melihat ada gumpalan kapas berwarna emas di sudut pagar salah satu rumah yang di lewatinya. Anna berhenti berjalan, ia penasaran dengan gumpalan emas itu. Anna mendekatinya dan menusuk-nusuk gumpalan itu dengan jari telunjuknya.

“It’s soft” Anna bergumam. Namun ia semakin penasaran, dengan sedikit hati-hati ia menjulurkan kedua tangannya pada gumpalan itu, menggenggamnya kemudian menariknya perlahan. Anna tak menyangka apa yang ditemukan olehnya. Gumpalan emas kapas tadi ternyata teddy bear yang warna coklatnya telah pudar.

Teddy bear itu tidak terlalu besar, namun dengan sangat mudah dipeluk. Ia setinggi lutut Anna, bertubuh pucat karena terlalu basah oleh hujan. Bulunya kumal. Perutnya buncit, lengan kirinya robek,  serta mata kanannya hilang. Namun anna tidak henti-hentinya tersenyum lebar, seperti telah menemukan harta karun yang paling dicari. Anna tersenyum, namun matanya tak sanggup membendung tetesan air yang keluar. Bersama hujan ia menangis, terharu.

Anna memeluk teddy bear kumal itu. Untuk pertama kalinya, ia jatuh cinta.

Anna cepat-cepat berlari menuju rumah, membawa teddy bear itu ke kamar mandi, lalu membersihkannya. Anna anak yang sangat teliti, ia membersihkan teddy bear itu dengan sangat jeli. Membersihkan seluruh tubuhnya, dari bawah kaki, hingga belakang telinga. Ia tidak peduli dengan tubuhnya yang pula basah terkena siraman hujan. Teddy bear itu cukup menjadi segalanya.

Anna sumringah, teddy bear yang sedari tadi kumal, kotor, dan berlumur kini menjadi bersih dan lembut. Ia membalut teddy bear itu dengan handuk pinknya, lalu mengambil hair dryer ibu untuk mengeringkan bulunya yang halus. kini lihatlah, teddy bear itu telah menjadi boneka yang paling lucu. Namun anna muram, ia melihat teddy bear-nya kehilangan satu mata. Tubuh sempurna itu kehilangan satu mata kanannya. Itu sangat membuat anna sedih. Ia berfikir keras bagaimana dapat menyembuhkan luka kanan matanya.

Anna tahu, ia bergegas membawa teddy bear keluar dari kamarnya menuju ruang keluarga. Di sana ia mencari jarum dan kancing baju berwarna hitam. Ia ingin menambahkan lagi mata kanan pada teddy bear. Ia ingin teddy bear-nya kelihatan sempurna. Dengan hati-hati anna menjahit kancing hitam itu di sisi kanan wajah teddy bear tempat matanya dahulu ada. Anna sangat hati-hati dengan hal ini, karena ia tahu ini akan sangat menyakitkan teddy bear.

“Tenang, charlie. Cinta memang menyakitkan, namun hanya cinta yang dapat menyembuhkanmu.” Ujar anna saat jarum itu menusuk-nusuk mata teddy bear. Ternyata ia telah menamai teddy bear-nya dengan nama charlie. ”Semakin cinta menyakitimu, semakin ia menyembuhkanmu. Aku melakukan ini, karena aku mencintaimu.”

Kata-kata anna seperti menjadi obat penenang bagi charlie agar ia tidak sakit saat anna memasukkan jarum itu pada mata charlie. Bagi anna, charlie lebih dari boneka. Ia hidup, ia takdir bagi kesepian yang selalu menemani anna. Anna yakin mereka telah ditakdirkan untuk bertemu, untuk saling mencintai. Lihatlah kesamaan itu, rambut pirang anna dengan tubuh keemasan charlie. Hobi mereka yang senang bermain hujan. Dan yang penting, kesepian saling mengetuk pintu hati mereka.

Anna terus saja bergumam tidak jelas, merapai boneka tersebut. Berharap agar charlie tidak kesakitan saat operasi kecil yang dilakukan anna. Untuk hal jahit-menjahit, anna telah banyak belajar dari ibunya. Ia sangat mengerti bagaimana kancing hitam itu dapat merekat kerat di tubuh kecil charlie dan benang-benang kecil itu dapat merekatkan kembali lengannya. Yang anna khawatirkan hanyalah charlie tidak merasakan sakit yang diderita anna dahulu, sakit yang pula menusuk-nusuk beban hatinya. Semoga.

“Done!” tungkas anna. Ia mengangkat tinggi-tinggi charlie ke udara dengan masih tangannya memeluk charlie. Boneka kumal yang ia jumpai tadi kini berubah menjadi boneka lembut yang penuh kasih sayang. Anna-lah yang memberikan kasih sayang itu.

“Bukan aku yang menyembuhkanmu, charlie” ujar anna sembari memeluk charlie kuat-kuat, “namun cinta kita.”

Leave a comment